Kematian dan kehidupan, saya kira adalah misteri terbesar bagi manusia.
Sejarah peradaban manusia membuktikan hal ini. Manusia senantiasa
mencari jawaban atas peristiwa kehidupan dan peristiwa kematian. Semua
bangsa dalam perkembangan peradapannya mempunyai tradisi tersendiri
tentang kematian ini selama beribu bahkan mungkin berjuta tahun. Tradisi
dan pemaknaan tentang kematian terus berkembang misalnya melalui
pemahaman yang disampaikan melalui agama. Tidak berhenti sampai di situ,
sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, pemaknaan tentang
kehidupan dan kematian terus berkembang sampai saat ini.
Meskipun berasal dari budaya dan tradisi yang sama, belum tentu atau
bahkan hampir pasti dua orang akan memiliki pengertian dan pemaknaan
yang berbeda tentang sebuah peristiwa kematian. Saya tidak akan
berbicara tentang makna kematian karena makna kematian adalah sesuatu
yang sangat pribadi. Saya hanya akan berbagi sebuah buku yang menurut
saya sangat menarik.
Buku ini sangat menarik karena berisi tentang makna kematian yang sangat
pribadi tersebut, yang diungkapkan oleh para pelakunya sendiri dalam
bentuk puisi dan haiku. Menurut saya ini adalah sesuatu yang sangat unik
karena puisi-puisi dalam buku ini ditulis sesaat atau menjelang
kematian penulisnya.
Judul buku setebal 366 halaman ini adalah “Japanese Death Poems” atau
“Puisi Kematian Jepang” dengan sebuah keterangan “ditulis oleh para
pendeta Zen dan penyair haiku diambang kematian mereka”. Buku ini
terbagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama adalah pengantar tentang
puisi dan berbagai tradisi khususnya tradisi kematian di Jepang. Bagian
kedua berisi puisi-puisi kematian yang ditulis oleh para pendeta Zen.
Sedangkan bagian ketiga berisi haiku atau puisi tiga baris Jepang dari
320 penyair. Buku ini diedit oleh Yoel Hoffmann dan diterbitkan oleh
Tuttle Publishing pada tahun 1986. Di Indonesia buku ini didistribusikan
oleh PT Java Books Indonesia.
Menulis surat wasiat sebelum meninggal cukup lazim di berbagai budaya
termasuk di Jepang. Namun ada tradisi tambahan selain menulis surat
wasiat yaitu menulis jesei atau puisi perpisahan dengan kehidupan.
Setiap puisi dalam buku ini diberi keterangan tentang penulisnya, waktu
dia meninggal, dan kadang ada tambahan keterangan bagaimana dia
meninggal, atau keterangan tambahan lain tentang puisi atau haiku itu
sendiri. Puisi atau haiku bahasa Jepang-nya disertakan kemudian diikuti
terjemahan bahasa Inggris-nya. Berikut salah satu contoh haiku dari buku
ini.
Jakura
Meninggal pada hari kelima bulan Juni, 1906 pada usia 59.
Mitaki kana
Kotoshi no hasu wa
Kano kishi ni.
This year I want
To see the lotus
On the other side.
Tahun ini aku
Berhasrat melihat bunga teratai
Di sisi lain.
Di bawah puisi ini diberi keterangan bahwa Jakura membacakan puisinya di
suatu petang, lalu dia hendak mengambil kuas untuk menulisnya. Namun
dia tak kuat lagi dan meninggal dunia, meninggalkan selembar kertas
kosong di samping tempat tidurnya.
———————————-
Foto-foto ilustrasi adalah dokumen pribadi. Meskipun bukan bagian dari
WPC 14 namun saya banyak belajar memotret dari teman-teman yang tergabung dalam Kampret. Selamat menikmati foto-foto
WPC 14.
0 komentar:
Posting Komentar